Senin, 02 Januari 2012
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke Facebook
Jepang jempol. Itu sebuah judul buku terjemahan
yang mengupas berbagai aspek keberhasilan Jepang, khususnya dibidang industri.
Dan judul itu juga bukan isapan jempol.Kenyataan memang seperti itu. Jepang
merupakan negara yang jatuh drastis ketitik nol, khususnya dalam industri.
Namun mereka merangkak, tertatih tatih kemudian berdiri. Selanjutnya seperti
yang kita lihat industri Jepang telah berlari jauh kemuka mendahului negara
yang pernah mengalahkannya.
Blok Sekutu kini boleh gigit jari, gregetan ataupun senyum
kecut melihat “si bayi” kini meraksasa. Mereka terpontang panting menyelamatkan
industrinya dari serbuan industri Jepang yang merajalela. Sejarah, dengan cepat
telah mengubah nasib Jepang. Negara matahari terbit itu telah berada jauh
dipuncak keberhasilannya. Dan dampaknya telah mengangkat derajat Asia dimata
Barat.
Pemasaran atau marketing merupakan senjata ampuh Jepang
untuk meraih segala kesuksesannya. Kecanggihannya dalam bidang marketing
merupakan andalan terselubung. Barat pun mengakui hal itu: marketing Jepang
memang jempol. Berbagai riset dilakukan untuk mengetahui rahasia marketing
Jepang yang menunjang sektor industrinya. Dan salah satunya sebuah studi
meneropong marketing stategi dan karakter organisasi perusahaan Jepang.
Studi tersebut mempertanyakan pendekatan pemasaran Jepang
dan perbedaannya dengan saingannya di Amerika. Adakah karakteristik marketing
dan organisasi yang sama juga dimiliki pengusaha sukses di Amerika? Dan kendala
apa saja yang dihadapi perusahaan Amerika dalam bersaing dengan Jepang?
Empat Hipotesa
Pada akhirnya studi atau riset itu sampai pada dugaan
sementara yang dirumuskan dalam empat point.
Pertama,
marketing perusahaan Barat berorientasi pada profit. Sedangkan
Jepang pada market share. Singkatnya , market share vs shortterm
profit. Kedua factor ini digunakan untuk menerangkan karakter
system finansial Jepang dan kebutuhan mereka dalam mengembangkan keamanan
bekerja (employment security) dalam jangka
waktu panjang.
Kedua,
perusahaan Jepang memperlihatkan diri pada kecakapan mengeksploitasi strategic
windows (sumber profit yang strategic). Berbagai kesempatan diciptakan oleh
market segmentation,yang mengubah dunia teknologi ataupun saluran distribusi.
Ketiga,
perusahaan Jepang lebih cepat beradaptasi dalam pemasaran dari pada berinovasi.
Tidak seperti berbagai perusahaan Barat yang terkenal, perusahaan Jepang
belumlah berpioner dalam teknologi. Ini disebabkan kebudayaan takut akan
resiko. Karena itu, jalan yang ditempuhnya ialah desain ulang (redesign),
peningkatan (upgrading) dan komersialisasi berbagai inovasi (penemuan) yang
disukai konsumen.
Keempat,
seperti sudah diduga, Jepang tampak lebih agresif dalam taktik pemasarannya.
Harga rendah, cepat dan budget yang besar. Budget ini digunakan untuk kampanye
iklan, promosi dan insentif bagi dealer.
Sebagai penguat studi ini mengambil data yang diperoleh
dari interview dengan para pengambil keputusan puncak baik di Jepang maupun di
Amerika.
Enam Strategi Pemasaran
Masalah pemasaran memang merupakan problem yang kompleks.
Tidak satupun contoh strategi yang berhasil dapat diterapkan pada semua
industri. Masing-masing perusahaan Jepang yang berhasil memiliki ciri
sendiri.Meskipun begitu ada persamaan yang dapat ditarik. Umumnya perusahaan
dapat meraih sukses melalui diferensiasi yang jelas dengan pesaingnya, harga
yang kompetitif, segmentasi yang terarah dan strategi positioning suatu produk.
Dibawah ini dijabarkan enam pengelompokan strategi yang membuat kesuksesan
pemasaran.
Pertama, Early Birds. Adalah perusahaan
pertama yang menyerap teknologi baru dan yang pertama memasuki pasar. Mereka
masuk dengan agresif , menitikberatkan perluasan usaha pada kebutuhan konsumen
dan berusaha membuka market segment baru. Mereka kuat dalam marketing dan terus
mencari posisi kualitas yang lain dari yang ada di pasar. Harga dibuat
bersaing, dana disediakan untuk kampanye iklan dan promosi, selalu tanggap
terhadap perubahan pasar.
Kedua, Price Fighter. Produk dipasarkan
dengan harga rendah. Kualitas dan kuantitas dibuat seimbang artinya kuantitas
yang berlimpah tidak menurunkan kualitasnya.
Ketiga, Cruisers. Adalah perusahaan yang
berada pada posisi tengah antara Early Bird dan Price Fighter. Strategi mereka
diletakkan atas kualitas produk dengan harga yang bersaing.
Keempat, Sprinters. Mereka tergolong lebih
lambat dalam berinovasi dibanding dengan Early Birds. Tetapi cenderung cepat
sebagai pengikut. Sekali sebuah pasar baru terbuka, mereka segera membangun
diri dan memasukinya.. Posisi mereka dalam strategi pemasaran terletak dibawah
Cruisers, tetapi di atas Price Fighter dalam kualitas dan harga.
Kelima, Mastercraftsmen. Perusahaan yang
berproduksi dengan teknik tradisional. Kualitas produksinya tinggi dan dapat
dibanggakan. Tetapi lemah dalam pemasaran. Ciri-ciri perusahaan ini adalah
organisasinya bercorak staf, tugas yang terbatas jelas dan ketat, serta
personal komitmen yang rendah.
Keenam, Lemmings. Seperti halnya
Mastercraftsmen, Lemmings juga lemah dalam marketing. Kadangkala mereka
mengalami kemajuan setelah memasuki pasar baru meski tanpa bekal marketing,
teknologi ataupun kemampuan berinovasi.
Berdasarkan keenam kelompok perusahaan yang menjalankan
strategi pemasaran tersebut, empat hal yang membuat mereka sukses, yakni:
Professional Marketing.
Produk yang baik saja, akan kurang berhasil dalam situasi yang persaingannya
ketat seperti sekarang ini. Contohnya, Mastercraftsmen yang lemah dalam
pemasaran.
Decisive Entry Strategi.
Perusahaanyang berhasil memasuki pasar atau memiliki teknologi lebih awal
karena melihat kesempatan yang jelas.
Commitment to Market Share.
Seluruh perusahaan yang berhasil karena memiliki ambisi kuat untuk
mengembangkan produk dan strategi pemasaran untuk mencapai kesuksesannya.
Organizational Commitment.
Manajemen yang sukses menunjukkan profesionalisme dan kewajiban yang lebih
besar. Hal ini wajar karena dengan membesarnya perusahaan memaksa dirinya untuk
makin professional dan memiliki kewajiban yang lebih besar.
Perbedaan Orientasi.
Perusahaan di Amerika cenderung berorientasi pada masalah
finansial dan produksi. Mereka lebih menitik beratkan meraih keuntungan dalam
jangka pendek. Perusahaan Jepang justru sebaliknya berorientasi pada market
share dan menata strategi pemasaran untuk hari esok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar